Soal Sebaran Covid-19, Wabup Safin Ungkap Alasan Beda Data Pemkab - Pemprov

TH.Indonesia. Pati - Data sebaran PDP dan pasien positif virus corona atau Covid-19 di covid19.patikab.go.id seringkali berbeda dengan data Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dapat diakses di laman corona.jatengprov.go.id.


Pada minggu pagi pukul 07.00 WIB dilaporkan oleh corona.jatengprov.go.id bahwa jumlah PDP dalam peta sebaran domisili asal kabupaten Pati ada sebanyak 14 orang, sedangkan di covid19.patikab.go.id hanya ada 5 orang, (19/04/20).

Demikian halnya dengan pasien yang positif Covid-19, di corona.jatengprov.go.id tercatat ada 5 orang, sedangkan di covid19.patikab.go.id terdata hanya ada empat orang terkonfirmasi positif Corona.

PDP sembuh di corona.jatengprov.go.id pun tampak jauh lebih banyak yakni mencapai 15 orang, sedangkan di covid19.patikab.go.id hanya ada 8 orang.

Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Pati Saiful Arifin yang juga merupakan Wakil Ketua I Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kabupaten Pati menegaskan bahwa data yang disajikan dalam laman covid19.patikab.go.id sudah terverifikasi.

Perbedaan data itu, lanjut dia, disebabkan karena data Pemprov tidak diambil dari dari Pemkab Pati secara langsung.

"Mekanisme di corona.jatengprov.go.id kan yang input itu dari rumah sakit tempat pasien dirawat. Jadi kalau KTP atau domisilinya Pati, ya tanpa crosscheck ke Pemkab Pati, pasti datanya langsung diupload. 

Karena memang ternyata banyak PDP yang dirawat di Rumah Sakit luar kabupaten, tapi KTP-nya masih kabupaten Pati," jelas Wabup.

Selain itu, imbuh Safin, saat ini masing-masing Rumah Sakit di Jawa Tengah memang sudah diberi kewenangan untuk input data PDP yang dikelola rumah sakit yang bersangkutan, di situs corona.jatengprov.go.id, tanpa harus melapor dulu ke kabupaten asal KTP pasien.

Dan karena sejumlah rumah sakit rujukan kini sibuk dengan pertambahan jumlah pasien, lanjutnya, maka Pemkab yang sering kali harus proaktif melacak ke rumah sakit yang sudah menginput data PDP asal Pati.

"Hasilnya kadang memang beda dengan pelacakan Dinkes Pati. Seperti misalnya beberapa waktu yang lalu sempat ada yang menginput double. Satu Pasien diinput sampai dua kali, yaitu di Margorejo dan Gembong.

Kemudian yang terbaru terkait ada yang positif Covid-19 di Prawoto, Sukolilo, itu malah hasil penelusuran ke RSUP Dokter Kariadi, asalnya Gempolsari Pati.

Padahal di desa Prawoto tak ada dukuh Gempolsari," terang Wabup.

Hal itu, menurut Safin, terjadi karena yang menginput ada di luar Pati. "Jadi bisa saja mereka bingung harus meletakkan titik domisili pasien di sebelah mana dalam peta sebaran corona.jatengprov.go.id", lanjutnya.

Lebih lanjut Wabup menjelaskan bahwa hampir semua kabupaten/kotamadya di Jateng mengalami adanya perbedaan data, dan penyebabnya juga sama dengan kabupaten Pati.

"Seperti misalnya Kabupaten Sukoharjo dan Kota Semarang, bahkan Kota Semarang saja yang ada di ibukota provinsi pun datanya nggak sinkron dengan corona.jatengprov.go.id. Silahkan googling saja, itu sudah masuk pemberitaan media mainstream juga," imbuh Wabup.

Meski demikian, lanjutnya, Pemkab tak tinggal diam. Tiap kali ada data yang tidak sesuai, Wabup selalu langsung meminta Dinas Kesehatan untuk langsung mengusulkan revisi ke Rumah Sakit yang pertama kali menginput.

"Dan yang diinput RSUP Dokter Kariadi kemarin sudah kami minta untuk merevisi karena setelah dicek oleh Kepala Puskesmas II Sukolilo, tidak ditemukan Gempolsari di wilayah Prawoto Sukolilo," jelasnya.

Dan Pemkab juga tengah mengupayakan untuk mengakses data corona.jatengprov.go.id.

"Sehingga Dinkes Pati  bisa segera mengkonfirmasi ke Dinkes Provinsi jika ada yang tidak sinkron seperti pada pasien yang mengaku asal Gempolsari", jelasnya

Dampak dari kurang sinkronnya data selama ini, lanjut Safin, seringkali membuat masyarakat beranggapan bahwa Pemkab kurang transparan.

"Jelas kalau mekanismenya rumah sakit penginput data boleh nggak lapor ke Pemkab Pati, tentu aja data kami jadi terkesan lambat bahkan dianggap kurang transparan.

Serba salah juga ya, kalau kita asal ikut dari yang corona.jatengprov.go.id, juga belum tentu sesuai dengan yang di lapangan.

Jadi kami pun wajib cek dulu di lapangan. Ini yang bikin data Pemkab terkesan lambat," imbuhnya.

Terlebih, menurut Wabup, di masa pendemi Covid-19 ini, untuk bisa melakukan klarifikasi data dan mengecek hasil swab test di rumah sakit luar kabupaten, rupanya tidak semudah seperti saat di luar pendemi.

"Kadang PDP sudah lama dirawat, bahkan mungkin ada sebagian yang sudah lama meninggal, eh hasil lab-nya baru di informasikan ke Dinkes Pati berminggu-minggu setelahnya", ungkap Safin.

Namun demikian, Wabup menyadari bahwa untuk hasil lab memang kebanyakan harus menunggu dari Jakarta. 

"Dan karena yang dites banyak jadi ya hasilnya lama.

Kami pun dapat hasilnya kadang jadi lebih lambat dari yang diharapkan," jelasnya.

Fakta lain yang kadang belum dipahami, imbuh Safin, adalah terkait model sajian data yang ditampilkan covid19.patikab.go.id.

"Kalau corona.jatengprov.go.id yang ditampilkan adalah data akumulatifnya dari sejak awal pendemi, jadi misalnya PDP sembuh, ODP yang sudah lewat masa inkubasi, Covid-19 meninggal, kemudian Covid-19 sembuh, semua dimunculkan dalam peta sebaran Pemprov. 

Beda dengan di covid19.patikab.go.id, yang kita tampilkan justru sisa PDP, ODP, dan Covid-19 yang masih dirawat/dipantau.

Yang sudah berlalu, baik karena sembuh, meninggal, hasil lab negatif, maupun yang sudah di luar masa inkubasi, memang tak kami tampilkan di infografis paling atas web covid19.patikab.go.id", jelasnya.

"Intinya ngggak ada yang mau nutupin data dan kita juga maunya transparan," tegas Safin. (Effendi)