Kakek Disorong Tikam Cucunya, Seorang Ibu Dijakarta Tega Semprot Anaknya Dengan Obat Nyamuk

TH.Indonesia. Jakarta - Selasa tgl (14/11/17), Bedu (50) seorang kakek di Sorong Papua Barat tegah menghilangkan nyawa 1 orang cucu tiri dengan cara menikam dengan pisau lantaran kesal tidak menemukan istrinya dirumah selepas Bedu menjalani hukuman di lapas Makasar atas perbuatannya melakukan kekerasan terhadap istrinya.

Arist Merdeka Sirait : Ketua Komnas Perlindungan Anak 

Penghilangan paksa hak hidup terhadap anak kadungnya juga terjadi teramat sadis dan kejam di Kebon Jeruk Jakarta Barat.
Novi (30) tegah membunuh putra kandungnya GW (5) tahun dengan cara mengikat, lalu memukul, menampar, menjerat keher anaknya dengan tali rafia, menendang dan menyemprotkan anti nyamuk berulang-ulang ke wajah Balita ini,  membuat GW lemas tak berdaya.

Menurut pengakuan Novi kepada penyidik Polri di Polres Jakarta Barat, penyiksaan ini dilakukan Novi dengan alasan untuk memberikan pelajaran terhadap anaknya yang sering ngompol ditempat tidur dan sering tidak menggubris perintah ibunya.
Sedangkan Bedu mantan narapidana dari LAPAS Makasar tega menyiksa 2 orang cucu tirinya masing-masing P (3) dan U (5) dengan cara menghujamkan pisau ke tubuh cucu tirinya, hingga P (3) meninggal dunia ditempat dan U (5) terpaksa dilarikan ke RSUD Sorong dengan kondisi usus terburai.
Penikamam dan penyiksaan keji dan yang dilakukan Bedu lantaran kesal terhadap istrinya yang tidak ditemukannya dirumah selepas Bedu menjalani hukumannya di lapas Makasar, Sulawesi Selatan atas kasus kekerasan dalam rumah tangga yang pernah dilaporkan istrinya.

Dua peristiwa perampasan paksa hak hidup terhadap anak di Sorong dan Jakarta Barat ini menunjukan  potret tergerusnya nilai-nilai kemanusiaan dalam pengasuhan anak di rumah tangga.

Nilai-nilai (value) agama dan interaksi spiritual sudah tidak lagi dikedepankan dalam membangun keluarga yang berkarakter. Anak tidak lagi ditempatkan sebagai amanah dan agunerah yang dititipkan Tuhan kepada masing-masing keluarga.

Dalam situasi kedaruratan dalam rumah tangga, apakah karena faktor ekonomi, depressi, kekerasan dalam Rumah tangga, anaklah yang selalu menjadi pelampiasan dan korban.

Anak seringkali tak berdaya dan sering pula menjadi bulan-bulanan kemarahan yang dapat berakhir dengan penyiksaan dan kekerasan, tidaklah adil anak mendapat perlakuan salah, karena anak adalah  sosok dan individu yang tidak mampu membela dirinya dalam situasi apapun.

GW, P dan U adalah sosok anak yang mesti dilindungi bukan justru mengalami penyiksaan keji tanpa perlawanan sedikitpun, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak  menyikapi dua peristiwa perampasan paksa hak hidup terhadap anak di Sorong dan di Jakarta Barat.

Arist menambahkan, dari peristiwa penyiksaan dan perampasan hak hidup terhadap anak ini, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga perlindungan independen yang memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia,  mengajak semua komponen bangsa, masyarakat khususnya keluarga agar menggunakan peristiwa kekerasan fisik yang mengakibatkan anak meninggal dunia di Sorong dan Jakarta Barat  ini sebagai momentum untuk mengoreksi pola pengasuhan yang otoriter dan mengabaikan hak asasi anak sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat.

Perlu diingat bahwa perubahan-perubahhan kebiasaan dan prilaku  anak seringkali menunjukkan bahwa apa yang dilakukan anak yang tidak biasa seperti mengompol misalnya, mimpi buruk, mengigau pada saat tidur, mengerat gigi, dan tidak menggubris perintah dan nasehat orangtua bahkan melawan sekalipun adalah harus dipahami sebagai salah bentuk komunikasi bahwa anak sedang dalam kondisi tertekan, depresi dan mengalami berbagai masalah seperti bully maupun perlakuan salah lainnya yang membutuhkan perhatian orangtua.

Seringkali orangtua gagal paham terhadap keberadaan dan perubahan prilaku anak dalam rumah tangga.
Bedu dan dan Novi harus bertanggungjawab secara, sosial,  spritual dan hukum. Oleh sebab itulah Bedu dan Novi mesti dan wajib menjalani hukuman yang setimpal dengan perbuatan.

Sebab perampasan hak hidup secara paksa dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusua dan UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tetang perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak junto KUH Pidana merupakan tindak pidana dan  pelanggaran hak asasi anak dan juga pengabaian terhadap harkat dan martbat anak sebagai manusia ciptaan Tuhan.

Mengingat Bedu dan Novi adalah masing-masing orang terdekat dari GW, P, dan U yang seyogianya menjadi garda terdepan melinduimngi anak, sebagai kakek dan ibu kandung, dapat dihukum selain dengan pidana pokok tetapi dapat juga ditambah sepertiga dari pidana pokok yang harus dijalani Bedu dan Novi. 

Mari kita akhiri kekerasan terhadap anak sekarang juga dan mari kita selamatkan Anak Indonesia dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya, demikian himbauan Arist. (Tim/THI)