Gema Reclasseering Sudah Berkumandang di Seluruh Dunia

TH.Indonesia. PATI - Jum'at tgl (23/02/18), Reclasseering memiliki pengertian pemahaman yang berkaitan dengan tuntutan pokok atau tuntutan dasar hakiki manusia, amanat inilah yang dijalankan oleh Mr. Joko Wibisono sebagai Ketua DPP LMR RI Komwil Jawa Tengah.

Mr. Joko Wibisono Ketua DPP LMR RI Komwil Jawa Tengah. 

Pertama dalam arti yang luas, yaitu menjernihkan atau membetulkan, meluruskan kembali segala sesuatu yang telah tercemar kotor salah keliru dan menyimpang.

Juga mengembalikan citra manusia kepada fitrahnya, melakukan tindakan pembinaan, penyuluhan bimbingan hukum dan kekaryaan keterampilan kerja kepada masyarakat, mengembalikan atau memulihkan harkat dan martabat manusia (Resosialisasi) dengan mengutamakan nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

Kedua dalam arti khusus, yaitu membina, membimbing dan meluruskan orang-orang yang tersangkut perkara hukum, mengembalikan akhlak para nara pidana ke dalam kehidupan bermasyarakat, baik melalui hukuman pelepasan bersyarat.

Dan atau hukuman perjanjian, mengadakan patronase pengawasan khusus berkaitan dengan pelaksanaan hukum dimasyarakat dan terhadap para nara pidana yang mendapat pelepasan bersyarat dan atau hukuman perjanjian di dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan bukti sejarah, pelaksanaan pekerjaan Reclasseering Indonesia telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda, yaitu bertolak dari Ordonansi tanggal 27 Desember 1917, Staatsblad 1917 Nomor 749, dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1918.

Demikian pula ketentuan pelaksanaannya seperti yang diatur dalam KUHPidana Pasal 14, 15, 16 dan 17, secara khusus diatur pula melalui Keputusan Kepala Negara (Pemerintah Hindia Belanda) tanggal 4 Mei l926 No. 18.

Dalam hal ini terpidana dapat meminta kepada Badan Reclasseering untuk pembebasan bersyarat dan atau pembebasan dengan perjanjian apabila yang bersangkutan memenuhi syarat dan setelah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman melalui mekanisme yang berlaku.

Pada tahun 1931 Reclasseering Indonesia berdiri, adapun pelaksanaannya bertitik tolak dari Pasal 8 Ordonansi V.I. 1926 Nomor 488 khusus Jawa dan Madura, terlepas dari pengertian sebagai Lembaga Hukum dan HAM.

Reclasseering Indonesia adalah potensi perjuangan bagi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, sebab itu para pejuang Kemerdekaan Indonesia menjadikannya salah satu sarana sebagai wadah dan alat perjuangan diantara kelompok-kelompok pejuang lainnya untuk menentang kolonialisme Belanda dan kekejaman penjajahan Jepang.

Disaat-saat yang sangat krisis dan gawat menimpa Bangsa Indonesia tersebut, maka turunlah “Ilham Reclasseering” bagi bangsa ini melalui sekelompok pemuda yang sangat mencintai Bangsa Indonesia.

Dalam aktifitasnya, mereka menggunakan sandi dengan nama “Kelompok 41″ (empat puluh satu), karena bermula dari empat puluh satu orang, diantaranya Mr. R. Moestopo, Tubagus Ibnu Fadjar Goenadi Purwobelanegara, Mr. Bendoro Raden Mas Tjokrodiningrat, Kotot Sukardi, Umar Bahsan dan lain-lain. “Ilham Reclasseering” ini tentunya bermakna positif, yaitu agar “Potensi Reclasseering” dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi perjuangan kemerdekaan bangsa.

Dengan kata lain “Reclasseering” diproses secara alami menjadi Reclasseering Indonesia, hal ini bergulir ditengah-tengah semangat perjuangan sekitar tahun 1942.

Dalam situasi seperti tersebut di atas, advis dan usulan Mr. BRM Tjokrodiningrat segera mendapat sambutan positif dari Bung Karno, karena secara pribadi dan sebagai pejuang yang pernah dipenjarakan berkali-kali oleh Belanda, tahu persis keberadaan penjara dan memahami bahwa orang-orang penjara tersebut adalah salah satu potensi kekuatan perjuangan bangsa, sehingga bagaikan gayung bersambut, dinyatakan bahwa Reclasseering Indonesia syah berdiri sejak tanggal 18 Agustus 1945 dan sehari setelah itu, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945.

Markas Reclasseering Indonesia yang saat itu berkedudukan di Malang Jawa Timur oleh Mr. R. Moestopo dan Tubagus Ibnu Fadjar Goenadi Purwobelanegara beserta kawan-kawannya mempersiapkan kepengurusan Reclasseering di Jakarta, tepatnya pada hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke lima, yaitu pada tanggal 17 Agustus Tahun l950.

Pada tahun 1950, Reclasseering Indonesia pada awalnya terdiri dari Komposisi Kepengurusan, antara lain dipimpin oleh Ketua Badan Pusat Reclasseering, Ketua Reclasseering Indonesia dan Pusat Presidium Reclasseering Indonesia.

Kemudian perkembangan selanjutnya, keberadaan Reclasseering Indonesia disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan Bangsa dan Negara, khususnya bagi penegakan masalah-masalah Kemanusiaan HAM dan Pembelaan atau Perlindungan Hukum.

Perkembangan Reclasseering Indonesia dibidang Administrasi, secara khusus berkaitan dengan Pengesyahan Negara Republik Indonesia terhadap eksistensi Reclasseering Indonesia Proses administrasi ini dilaksanakan oleh Tubagus Ibnu Fadjar Goenadi Purwobelanegara, seorang di antara tokoh Reclasseering yang berjuang mempertahankan eksistensi Reclasseering Indonesia, hal ini merupakan langkah positif, khususnya yang berhubungan dengan Yuridis Formil, sehingga terbentuk dan tersusunlah kepengurusan Reclasseering Indonesia pada tahun 1950.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Kehakiman menerima keberadaan Reclasseering secara syah dengan memberikan Surat Penetapan Nomor J.A.5/105/5 pada tanggal 12 Nopember tahun 1954 yang diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Nomor 90 pada tanggal 31 Desember 1954 dan Tambahan Lembaran Berita Negara Nomor 105 tahun 1954.

Setelah terlebih dahulu pimpinan Reclasseering telah mengajukan Surat Permohonan kepada pihak Kementerian Kehakiman untuk dicatat dalam Lembaran Berita Negara pada tanggal 18 Nopember 1954 Nomor : 34834/KB/1954.

Satu tahun setelah pelaksanaan Pemilihan Umum pertama Republik Indonesia tahun 1955, yaitu tepatnya pada tahun 1956 Menteri Kehakiman Republik Indonesia menyatakan pengakuan dan mengukuhkan, Badan Reclasseering di Jakarta sebagai Perkumpulan Reclasseering yang syah melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor J.H.7.1/6/2 tertanggal 9 Juni 1956.

Surat Keputusan Menteri Kehakiman tersebut antara lain, mengatur tentang pelaksanaan pekerjaan Reclasseering berdasarkan Pasal 6 Ordonansi V.V staatsblad 1926 No. 487 dan Pasal 8 bis Ordonansi V.I. Staatsblad 1926 No. 488 yaitu Perkumpulan atau Badan (Rechts-persoon) yang mendapat Keputusan Menteri Kehakiman yang berlaku di seluruh Indonesia, dan tanpa mengurangi pasal-pasal Hukum tentang Reclasseering.

Demikian juga dinyatakan bahwa perkumpulan Reclasseering ini berdasarkan Pasal 1653 sampai 1665 KUHPerdata.

Menurut Penetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tahun 1954 dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tahun 1956 tersebut, Reclasseering Indonesia adalah Badan Peserta Hukum untuk Negara dan Masyarakat Bantuan Hukum di luar dan di dalam Pengadilan, sekaligus sebagai pelaksana urusan masalah-masalah kemanusiaan atau kemasyarakatan atau tentang “Hak Asasi Manusia.

Pelaksanaan Bantuan Hukum di luar dan di dalam Pengadilan seperti dimaksud dalam Surat Penetapan dan Surat Keputusan Menteri Kehakiman, sebesar-besarnya dilaksanakan untuk kepentingan Negara dan Masyarakat melalui mekanisme hukum yang berlaku, baik diminta maupun tidak secara langsung maupun tak langsung.

Selain pelayanan dibidang penampungan dan pembinaan para Residivis, maka kegiatan Pembelaan Hukum dan segala urusan yang berhubungan dengan tindak Pidana, Perdata dan semua perkara, upaya hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan serta proses-proses yang berkaitan dengan hukum di Pengadilan Negeri, dijalankan oleh Prof. Mr. DR. BRM. Tjokrodiningrat, SH beserta Staff Bidang Pembelaan Hukum, seperti Mas Setia Taruna.

Inilah yang menjadi titik balik semangat dalam mengisi cita cita kemerdekaan saat ini, peranan Reclasseering Indonesia dalam mengimplementasikan, Bahasa Persatuan dan Kesatuan" dan juga untuk mewujudkan perdamaian di seluruh Dunia melalui Budaya dan Seni. (Eko)