![]() |
Dok/THI/RED. |
THI. Ngawi - Diakhir pelajaran, menjelang kelulusan pada tahun ajaran 2024/2025 sekolah kembali diingatkan agar tidak kembali menarik pungutan uang perpisahan.
Pasalnya saat ini terdapat beberapa keluhan orang tua pada satuan pendidikan dasar. Adapun kegiatan perpisahan siswa bukan bagian dari rangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah, kamis tgl (27/02/25).
Sehingga sekolah dan komite sekolah tidak boleh memfasilitasi menarik pungutan uang kepada peserta didik maupun orang tua atau wali.
Seperti di lansir pada laman ombudsman RI provinsi Jawa Timur, yang beralamat dijalan Indragiri 62 Surabaya sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik menyoroti kegiatan penyelenggaraan wisuda di satuan pendidikan negri mulai dari PAUD, SD, SMP dan SMA.
Ombudsman Jatim saat ini masih melakukan deteksi dan analisis mengenai potensi mal administrasi dalam pendanaan pendidikan yang dibebankan kepada masyarakat salah satunya adalah untuk kegiatan pelepasan kelulusan siswa dalam bentuk seremoni wisuda.
Seperti yang terjadi di salah satu MIN di kabupaten Ngawi Jawa Timur merencanakan estimasi biaya kelas 6 tahun ini adalah sebagai berikut foto Rp.25000, moodle Rp.80000 untuk 14 mafel, sampul ijazah Rp.40.000 , foto copy legalisir Rp.20.000, penulisan ijazah Rp.30.000, kalung wisuda Rp.25000, jumlah Rp.220.000, belum di tambah biaya perpisahan kelas yang estimasinya Rp.388.000 belum termasuk terop dan tratak.
Hal tersebut akan menjadi beban bagi para wali murid yang kehidupannya kurang mampu, apa lagi setelah lulus orang tua bisa dipastikan harus beli lagi seragam baru, sepatu, tas, juga buku tulis baru maka salah satu walimurid merasa keberatan saat di wawancarai awak media Target hukum Indonesia.
Ombudsman Jawa Timur dalam kurun waktu tiga tahun terakhir menerima ratusan laporan masyarakat terkait dugaan permintaan sumbangan tersebut bentuknya bervariatif di antaranya pembangunan sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan studi wisata, pemberian seragam dan juga wisuda kelulusan sekolah peserta didik, pembebanan biaya pendidikan kepada orang tua atau wali murid di karenakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang tidak memadai ataupun adanya kegiatan sekolah yang tidak ditanggung BOS.
Agus Muttaqin, S.H kepala perwakilan ombudsman Jawa Timur menyampaikan bahwa pendanaan pendidikan sesuai peraturan perundang undangan merupakan pertanggung jawaban pemerintah pusat.
Pemerintah daerah dan masyarakat akan tetapi tanggung jawab antara pemerintah pusat pemerintah daerah dan masyarakat dalam pendanaan pendidikan telah di atur secara jelas dan rinci melalui peraturan pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2022 tentang perubahan atas PP nomor 48 tahun 2008 tentang pendaan pendidikan.
Agus Muttaqin, S.H menuturkan khusus pendidikan dasar yakni SD negeri dan SMP negri, sesuai PP nomor 47 tahun 2008 tentang wajib belajar mengatur bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Mekanisme dan tata cara pembebanan tanggung jawab pendanaan pendidikan kepada masyarakat secara jelas telah diatur oleh peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah dalam bentuk sumbangan, bukan pungutan," jelas Agus Muttaqin.
Pada praktiknya ombudsman Jawa Timur masih menemukan bahwa sumbangan yang dibebankan kepada orang tua atau wali murid masih memaksa dan di tentukan besaran dan jangka waktunya. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu juga di temukan paguyuban orang tua wali murid juga menjadi penggalang dana untuk kegiatan kegiatan yang tidak ditanggung APBN/APBD termasuk wisuda.
Tentu saja bagi orang tua wali murid yang tidak mampu sumbangan sumbangan tersebut amat memberatkan.
Perlu diketahui renungkan bersama, apakah wisuda di tingkat pendidikan dasar itu relevan dengan peningkatan kualitas pendidikan," pungkasnya. (Tim THI Jatim)