Pesarean Imogiri Makam Raja Raja Mataram Islam di Yogyakarta

THI. Yogyakarta - Pemakaman Imogiri, Pasarean Imogiri, atau Pajimatan Girirejo Imogiri merupakan kompleks pemakaman yang berlokasi di Imogiri, Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta merupakan kompleks makam raja-raja dan keluarga raja dari kesultanan Mataram. 

Makam raja raja mataram islam di imogiri Bantul Yogyakarta.


Makam ini terletak di atas perbukitan yang juga masih satu gugusan dengan Pegunungan Seribu. Imogiri berasal dari kata hima dan giri. Hima berarti kabut dan giri berarti gunung, sehingga Imogiri bisa diartikan sebagai gunung yang diselimuti kabut.

Pemilihan bukit sebagai lokasi makam tidak dapat dilepaskan dari konsep masyarakat Jawa pra Hindu yang memandang bukit, atau tempat yang tinggi, sebagai suatu tempat yang sakral dan menjadi tempat bersemayamnya roh nenek moyang. 

Selain itu, pemilihan lokasi di tempat yang tinggi pun merupakan salah satu bentuk kepercayaan masyarakat Hindu yang menganggap semakin tinggi tempat pemakaman, maka semakin tinggi pula derajat kemuliaannya.

Pasarean Imogiri dibangun pada tahun 1632, pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645).

Pembangunan kompleks makam dipimpin oleh Kiai Tumenggung Citrokusumo, arsitekturnya merupakan perpaduan antara arsitektur Hindu dan Islam. 

Bata merah yang mendominasi area makam bagian atas merupakan ciri utama arsitektur Islam Jawa atau arsitektur Islam Hindu pada abad ke-17. 

Batu bata yang menyusun bangunan Pasarean Imogiri tidak direkatkan menggunakan spesi khusus seperti semen, diduga batu-batu bata tersebut disusun dengan metode kosod.

Permukaan bata yang satu digosokkan dengan permukaan bata yang lain dengan diberi sedikit air hingga keluar semacam cairan pekat. Cairan pekat inilah yang kemudian melekatkan satu bata dengan bata lainnya. 

Metode ini dimungkinkan karena adanya campuran khusus pada bata masa itu yang tidak lagi terdapat pada bata masa kini. 

Lokasi yang berada di atas bukit membuat jalan menuju Pesarean Imogiri memiliki ratusan anak tangga. Anak-anak tangga ini dibuat pendek, kemungkinan untuk memudahkan para peziarah yang  mengenakan pakaian adat. Aturan untuk mengenakan pakaian adat tersebut masih berlaku sampai saat ini untuk area-area tertentu.

Garis anak tangga dan posisi antar gapura menuju pemakaman, dari bawah hingga ke atas, membentuk sebuah garis lurus. Gapura-gapura tersebut menjadi batas wilayah bagi area-area dalam pemakaman. 

Sebelum memasuki makam raja, terdapat banyak anak tangga yang lebarnya sekitar 4 meter dengan kemiringan 45 derajat yang menghubungkan permukiman dengan makam. Anak tangga di Permakaman Imogiri berjumlah 409 anak tangga utama dan 99 anak tangga tambahan. 

409 anak tangga ini memiliki filosofi dimana 4 adalah jumlah penjuru mata angin sedangkan 0 adalah Tuhan dan angka 9 adalah jumlah walisongo yang menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa, 99 anak tangga tambahan juga memiliki filosofi sebagai Asmaul Husna atau 99 sifat Alloh SWT.

Menurut mitos yang dipercayai oleh sebagian masyarakat, jika pengunjung berhasil menghitung jumlah anak tangga dengan benar, maka semua keinginannya akan terkabul. Sebagian anak tangga memiliki arti tertentu, yaitu ;

Anak tangga dari permukiman menuju daerah dekat masjid berjumlah 32 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun pada tahun 1632.

Anak tangga dari daerah dekat masjid menuju pekarangan masjid berjumlah 13 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung diangkat sebagai raja Mataram pada tahun 1613.

Anak tangga dari pekarangan masjid menuju tangga terpanjang berjumlah 45 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung wafat pada tahun 1645.

Anak tangga terpanjang berjumlah 346 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun selama 346 tahun. 

Bisa dimaklumi kenapa pembangunan kompleks makam Imogiri ini bisa selama itu karena pembangunan makam ini terjadi sejak jaman Sultan Agung berkuasa sampai dengan jaman ketika Mataram Islam yang kemudian terpecah menjadi dua oleh karena adanya Perjanjian Giyanti yang memecah Mataram Islam menjadi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang turut mengakibatkan terjadinya pemisahan kompleks makam diantara Kasultanan Yogyakarta dengan Kasunanan Surakarta bahkan dari masing-masing kompleks makam sampai sekarang juga masih mengalami perluasan karena jumlah anggota keluarga baik dari Kasultanan Yogyakarta maupun dari Kasunanan Surakarta yang dimakamkan di Kompleks Makam Imogiri juga terus mengalami pertambahan.

Anak tangga di sekitar kolam berjumlah 9 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan Walisongo, penyebar Agama Islam di Jawa.

Pada saat Kerajaan Mataram ingin menguasai Jayakarta, ada seorang pengkhianat yang bernama Tumenggung Endranata yang membocorkan informasi Penyerangan Batavia kepada Belanda dan memberitahukan keberadaan lumbung-lumbung pangan prajurit Kerajaan Mataram kepada Belanda. 

Mengetahui penghianatan tersebut, Tumenggung Endranata ditangkap dan dipenggal kepalanya. Jasadnya dibagi menjadi 3 bagian dan dikubur di areal Permakaman Imogiri secara terpisah, yaitu ;

Kepalanya dikubur di tengah-tengah Gapura Supit Urang

Badannya dikubur di bawah tangga dekat Gapura Supit Urang (Anak tangga yang permukaannya tidak rata)

Kakinya dikubur di tengah kolam

Hal ini dilakukan oleh Sultan Agung agar setiap orang yang ingin mengunjungi makam agar menginjak salah satu dari bagian-bagian jasadnya dan untuk mengenang sekaligus memperingatkan rakyatnya agar penghianatan seperti itu tidak terjadi lagi.

Area pertama merupakan ruang publik yang ditandai dengan adanya gapura supit urang sebagai jalan masuk menuju kompleks Kasultanagungan. 

Area kedua adalah area semi sakral bernama Srimanganti yang ditandai dengan gapura paduraksa. Berbeda dengan gapura supit urang, gapura paduraksa memiliki atap. 

Semua gapura paduraksa pada Pasarean Imogiri memiliki daun pintu yang bisa dibuka tutup dan ornamen sayap pada kedua sisinya. Ornamen sayap ini melambangkan sayap burung yang menjadi lambang lepasnya burung dari sangkar, sebuah filosofi jawa dalam memandang arwah yang lepas dari badan.

Di atas area semi sakral tersebut terdapat area sakral yang disebut sebagai Kedhaton. Di area sakral dan semi sakral inilah terdapat makam para Raja dan keluarga terdekatnya.

Raja yang pertama kali disemayamkan pada Pasarean Imogiri adalah Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pemakaman ini kemudian digunakan oleh Raja-Raja penerusnya, bahkan ketika Kerajaan Mataram dibagi menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Pembagian kerajaan ini kemudian turut membagi wilayah pemakaman. 

Saat ini Pasarean Imogiri terdiri dari beberapa kompleks utama yaitu Kasultanagungan, Pakubuwanan, Kasunanan Surakarta, dan Kasultanan Yogyakarta. 

Sebelum memasuki areal permakaman terdapat Gapura Supit Urang, pendopo Supit Urang, tempat Juru Kunci dan 4 Tempayan Suci, areal makam raja dibagi menjadi tiga daerah, yaitu ;

ASTANA KASULTAN AGUNGAN

Di sini dimakamkan ;

Sultan Agung,
Sri Ratu Batang,
Hamangkurat Amral, dan
Hamangkurat Mas.

Sebelum memasuki makam Sultan Agung terdapat tiga gapura yang melambangkan tiga tahapan hidup manusia, yaitu: alam rahim, alam duniawi, dan alam kubur.

Gerbang pertama bercorak bangunan hindu yang terbuat dari susunan batu bata merah tanpa semen dengan bentuk Candi Bentar dan diberinama Gapura Supit Urang. Di bagian dalam gerbang pertama terdapat dua buah paseban yang berada di sisi Barat dan Timur gerbang.

ASTANA PAKUBUWANAN

Wilayah makam raja Surakarta Hadiningrat dibagi menjadi empat hastana dan di sini dimakamkan raja-raja dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yaitu ;

PAKUBUWANAN

Sri Susuhunan Paku Buwana I
Amangkurat IV, Sri Susuhunan Paku Buwana II.

KASUWARGAN SURAKARTA

Sri Susuhunan Paku Buwana III
Sri Susuhunan Paku Buwana IV
Sri Susuhunan Paku Buwana V

KAPINGSANGAN SURAKARTA

Sri Susuhunan Paku Buwana VI
Sri Susuhunan Paku Buwana VII
Sri Susuhunan Paku Buwana VIII
Sri Susuhunan Paku Buwana IX

GIRIMULYA SURAKARTA

Sri Susuhunan Paku Buwana X
Sri Susuhunan Paku Buwana XI
Sri Susuhunan Paku Buwana XII

ASTANA KASULTANAN YOGYAKARTA

Di kompleks makam Raja-raja Kasultanan Yogyakarta, terdapat tiga Astana atau Kedhaton sebagai ruang inti pemakaman Sultan,  yaitu ;

KEDHATON KASUWARGAN

Sri Sultan Hamengku Buwana I 
Sri Sultan Hamengku Buwana III.

KEDHATON BESIYARAN

Sri Sultan Hamengku Buwana IV
Sri Sultan Hamengku Buwana V
Sri Sultan Hamengku Buwana VI.

KEDHATON SAPTARENGGA

Sri Sultan Hamengku Buwana VII
Sri Sultan Hamengku Buwana VIII
Sri Sultan Hamengku Buwana IX.

Sementara Sri Sultan Hamengku Buwana II yang wafat pada tahun 1828 dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram Kotagede.

Ratusan tahun berdiri di puncak bukit, Pasarean Imogiri menjadi saksi kejayaan dan pasang surut Mataram beserta kerajaan-kerajaan penerusnya. Meski ibu kota kerajaan berpindah berkali-kali dan bahkan kerajaan terbagi, namun Raja-Raja pada masa lalu tersebut tetap berpulang pada satu tempat peristirahatan terakhir yang sama. Kebesaran nama, warisan kearifan, dan kisah perjuangan mereka terpahat abadi di puncak Imogiri. (Rendra)