Peneliti Muda Asal Pati Hidupkan Spirit Sunnah Nabi di Forum Konferensi Internasional

THI. Pati - Sunnah yang identik dengan hadis sudah lebih dari 14 abad yang lalu ditinggalkan oleh authornya, senin tgl (27/09/21).



Sebagai konstitusi kedua setelah Alquran, sunnah haruslah dijaga dan dipelihara spiritnya agar tidak lapuk dimakan usia zaman, mengingat jarak yang begitu panjang membentang antara masa kenabian dengan masa sekarang.

Lain halnya dengan Alquran yang dijaga langsung oleh pemilik-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala. Konstitusi kedua ini memiliki banyak fungsi dalam keterkaitannya dengan konstitusi pertama, diantaranya adalah menjadi penjelas.

Penjagaan terhadap spirit sunnah Nabi telah dilakukan oleh Abdul Mufid, seorang akademisi, dosen, dan peneliti muda asal Pati Jawa Tengah saat menyampaikan presentasinya dihadapan ribuan peserta pada acara konferensi internasional yang dihelat oleh UIN Malang, fakultas Humaniora, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab melalui aplikasi zoom pada tanggal 18 - 19 September 2021.

Konferensi diikuti kurang lebih 35 negara di dunia, baik negara Arab, Barat, Asia, maupun Asean, turut serta dalam acara tersebut pemateri utama, Prof. Dr. Ali Abdul Muhsin al-Hudaibi dari Kairo Mesir, Prof. Dr. Mujiburrahman dari India, dan para pemateri lainnya.

Dosen muda dari STAI Khozinatul Ulum Blora, Abdul Mufid, yang mengambil tema paper berjudul Sunnah Nabi dan realitas masa yang akan datang yaitu respon sunnah nabi terhadap proyek Islamisasi Ilmu Pengetahuan, memaparkan bahwa proyek Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan salah satu tren intelektual yang digelindingkan dalam ranah Islam kontemporer.

Tren ini menarik minat yang besar, tetapi justru menimbulkan perdebatan yang luas.

Namun yang jelas, menurutnya, bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan adalah salah satu upaya untuk mengintegrasikan nilai nilai Islam ke dalam ilmu pengetahuan.

Pemaparan materi yang berdurasi hanya tujuh menit itu dibagi dalam dua hari. Hari pertama diikuti tiga pemateri utama yang kemudian dilanjutkan dengan pemateri dari para partisipan.

Penyampaian mater di hari pertama dikelompokkan ke dalam empat ruang, yakni ruang A, ruang B, ruang C, dan ruang D. Ruang A di hari pertama (18 September 2021) diikuti oleh 11 pemateri yang berasal dari berbagai negara di dunia, yakni Indonesia, India, Iraq, Mesir, dan Tailand.

Ruang B pada hari pertama diikuti oleh 10 pemateri yang berasal dari India, Indonesia, Tunisia, Mesir, Aljazair, Iraq, Maroko, Kamerun, dan Kashmir.

Ruang C di hari pertama diikuti oleh 11 pemateri yang berasal dari Aljazair, Rabath, Pakistan, Indonesia, Yordania, Malaysia, dan Nigeria.

Sementara itu yang berada di ruang D pada hari pertama sebanyak 10 pemateri dari Iraq, Maroko, Indonesia, China, India, dan Syria.

Sedangkan pada hari kedua (19 September 2021) mengahdirkan tiga pemateri utama, yakni dari Malaysia, India, dan Indonesia.

Sama seperti ketentuan pada hari pertama, hari kedua pun ini membagi ruang ke dalam empat ruangan, yakni ruang A, ruang B, ruang C, dan ruang D. Ruang A terdapat 15 pemateri yang berasal dari Malaysia, Saudi Arabia, Indonesia, Aljazair, Nigeria, dan Maroko.

Ruang B terdapat 16 pemateri yang berasal dari Aljazair, Indonesia, Sudan, India, Iraq, Kashmir, dan Mesir.

Sementara itu ruang C di hari kedua terdapat 17 pemakalah yang berasal dari Babilonia, Aljazair, Indonesia, India, Nigeria, Maroko, dan Pakistan.

Sedangkan di ruang D pada hari kedua terdapat 16 pemateri yang berasal dari Aljazair, Lebanon, Sudan, Babilonia, Indonesia, Kashmir, Tunisia, Kamerun, dan Maroko.

Pada akhir sesi penyampaian materi, peneliti muda asal Pati itu menegaskan kembali bahwa tujuan dari Islamisasi ilmu pengetahuan adalah upaya memecahkan masalah masalah yang timbul karena perjumpaan antara Islam dengan sains modern sebelumnya, atau akibat dari adanya dikotomi antara ilmu pengetahuan dengan agama yang dipengaruhi oleh paham sekuler.

Proyek Islamisasi ilmu pengetahuan ini menekankan pada keselarasan antara Islam dan sains modern tentang sejauhmana sains dapat bermanfaat bagi umat Islam. (Eko)