Sedulur Sikep Samin, Ajaran Kapitayan Agama Leluhur Nusantara

TH.Indonesia. Pati - Samin adalah salah satu suku yang berdiam di Pulau Jawa, tepatnya di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, sabtu tgl (29/12/18).

Masyarakat samin mbacik agama adam sebagai warisan kearifan lokal leluhur Nusantara.

Pemukiman suku Samin ini berada di sekitar pegunungan kendeng yang memanjang dari Pati di Jawa Tengah, hingga Tuban di Jawa Timur.

Selain di sebut Samin atau orang Samin, ada beberapa sebutan lain yang digunakan untuk merujuk pada para penganut Saminisme ini, seperti wong Samin atau Sedulur Sikep.

Ada banyak hal yang cukup unik mengenai suku Samin ini, salah satunya bahasa yang mereka gunakan sehari-hari, walau menggunakan bahasa Jawa, tapi dialek serta sistem bahasa mereka berbeda dengan yang ada di masyarakat Jawa pada umumnya demikian pula dengan tata cara berpakaian mereka.

Mereka sering terlihat memakai pakaian serba hitam, apalagi kaum Samin konservatif, yang tidak pernah memakai peci, celana jeans apalagi kaos oblong. 

Tapi yang paling unik adalah mengenai pandangan hidupnya, masyarakat Sikep sangat menjunjung tinggi kejujuran, welas asih, persaudaraan dan mencintai lingkungan hidup serta alam semesta.

Dalam komunitas sedulur Sikep, terutama bagi mereka yang konservatif, tidak ditemukan satu anggota komunitas pun yang berprofesi sebagai pedagang. 

Misalnya ada, itu bagian dari pendatang lain yang yang ingin hidup dengan komunitas samin dengan tujuan ingin mengais rejeki dengan cara berdagang.

Menurut pandangan mereka, perdagangan adalah pintu masuk bagi ketidak jujuran, keserakahan dan hedonisme dalam perdagangan, yang dikenal dengan istilah laba atau keuntungan, laba inilah yang nantinya menjadi tujuan bahkan sering orang menghalalkan segala cara untuk meraihnya.

Tetapi hal itu tidak berlaku bagi orang Samin, laba adalah cerminan ketidak jujuran. Suatu hal yang sangat diharamkan dalam ajaran Saminisme. 

Menyuplik sejarah yang di rilis oleh awak media melalui informan kaum Samin/Sikep Gunretno mejelaskankan,” Samin tidak dapat dipisahkan dari sepak terjang Raden Kohar, tokoh politik dan intelektual yang hidup pada masa penjajahan Belanda di abad 18 tersebut adalah tokoh kunci dalam penyebaran ajaran Saminisme.

Pria yang terkenal karena keberpihakannya kepada wong cilik yang dengan berani melawan kolonialisme Belanda, berkelana dari satu kota ke kota lain untuk mengajarkan sebuah metode baru dalam melakukan perlawanan.

Raden Kohar sendiri sebenarnya masih keturunan bangsawan, beliau lahir pada tahun 1859 di Ploso, Kedhiren, Randublatung, Blora, Jawa Tengah.

Beliau adalah putra dari Raden Surawijaya, atau yang oleh masyarakat sedulur Sikep kemudian disebut dengan nama Samin Sepuh.

Raden Kohar sendiri masih memiliki hubungan darah dengan Kyai Keti (seorang tokoh kenamaan yang cukup tersohor dari daerah Rajegwesi, Bojonegoro, Jawa Timur) dan Pangeran Kusumaning ayu, penguasa daerah Sumoroto (sebuah daerah kuno yang kini masuk Kabupaten Tulungagung),” beber Gunretno kepada awak media.

“Pada zaman dahulu, “seorang panganut Saminisme dapat diketahui dengan jelas hanya melihat pakaiannya.

Orang-orang Samin, terutama Samin pada era awal, tidak pernah memakai peci, sebagai gantinya mereka mengenakan udeng, semacam ikat kepala yang terbuat dari kain dan bermotif batik berwarna hitam.

Udeng ini (orang Samin menyebutnya iket) adalah salah satu identitas khas yang dimiliki orang Samin,” ungkapnya. 

Selain memakai  iket, bagi  kaum lelaki Samin, juga memakai pakaian serba hitam, baik baju maupun celananya.

Bajunya sendiri berupa baju lengan panjang tanpa kerah. Sedang celananya adalah celana pendek selutut (komprang), sedang untuk wanita, pakaian adatnya adalah kebaya lengan panjang berkain (gaun) sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata kaki,” tuturnya.

Ajaran pokok orang Samin adalah kejujuran, hal ini terlihat dari cara berpakaian mereka yang sederhana dan bersahaja.

Selain itu kejujuran itu juga tampak dari bahasa yang digunakan sehari-hari. Pada dasarnya orang Samin menggunakan bahasa Jawa kawi yang bercampur dengan Jawa ngoko,” paparnya dengan memakai bahasa jawa lugas.

Walau begitu bukan berarti orang Samin adalah kaum yang tidak mengerti sopan santun, mereka sebenarnya justru sangat halus, sopan dan ramah. Bagi mereka, cara menghargai orang lain dapat ditunjukkan melalui perbuatan, bukan bahasa.

Bagaimnana orang samin menghargai tamunya...? Jika bertamu ke rumah sedulur  Sikep, biasanya orang luar akan langsung tercengang melihat bagaimana mereka sangat menghargai tamunya.

Orang Sikep akan mengeluarkan semua makanan yang dipunyai untuk dihidangkan. Mereka juga tidak akan berbohong tentang apapun,” terangnya dengan menunjukkan suguhan yang dihidangkan kepada orang luar yang sedang bertamu.

Agama yang dianut kaum Samin....? Bagi golongan tua kaum Samin, hingga kini agama yang mereka anut adalah agama yang sama yang dianut oleh orang Samin awal, yaitu agama Adam, agama Adam sendiri dikembangkan oleh pendiri gerakan Samin, yakni Kyai Samin, sebagai agama kaum Samin.

Dalam agama Adam, nilai-nilai moralitas seperti kejujuran, welas asih, tangggung Jawab, dan menyayangi alam sangat ditekankan. 

Selayaknya agama yang lain, agama Adam juga memiliki kitab sucinya sendiri, yakni Kitab Jamus Kalimasada, kitab ini kebanyakan berisi berbagai ajaran dan falsafah hidup yang tertulis dalam bentuk syair atau guritan.

Dengan kitab itulah, orang  Samin senantiasa menjaga semangatnya untuk terus patuh pada tradisi Saminisme yang menjunjung tinggi kejujuran. 

Ada beberapa orang yang mengatakan agama Adam ala orang Sikep ini merupakan kombinasi atau sinkretisme dari ajaran Hindu Jawa yang dianut oleh orang kejawen/kebatinan Jawa) dan ajaran Buddha dan Islam. 

Mereka juga menyebut agama Adam sebagai sebuah aliran kepercayaan yang segolongan dengan aliran animisme dan dinamisme.

Jelas orang Samin tidak bisa menerima itu semua, bagi mereka, agama adalah agama Adam, walaupun kini banyak juga generasi orang Samin yang mulai menganut islam atau buddha.

Agama Adam sendiri mengajarkan untuk tidak membenci penganut agama lain, Itu mengapa orang Sikep tidak pernah bermusuhan dengan penganut agama lain, walau pemerintah dan pihak-pihak tertentu terus memaksakan beberapa agama resmi negara pada orang Samin. 

Masyarakat Sedulur Sikep walau dapat dikatakan sebagai sebuah suku yang unik dengan jumlah yang relatif kecil, namun Sedulur Sikep memiliki banyak keistimewaan yang jarang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Masyarakat sampai saat ini masih kental dengan pengetahuan bahwa Orang Samin tidak beda dengan masyarakat yang terbelakang, teisolir dan anti kemajuan. 

Masyarakat suku Samin (Sedulur Sikep) mengalami mobilitas sosial vertical dan horizontal, mobilitas sosial vertikal naik  terjadi pada saat seseorang dari sedulur Sikep mampu melaksanakan dengan baik 4 pokok ajaran sedulur Sikep yang diterapkan dalam agama Adam yang mereka anut, antara lain tidak boleh bohong, tidak boleh mencuri, tidak boleh iri, tidak boleh bertengkar. 

Sehingga orang yang mampu melaksanakan ke empat pokok ajaran itu akan lebih dihormati dan dituakan di dalam lingkungan Sikep walaupun sebelumnya bukan termasuk orang yang dihormati, dalam hal ini maka stratifikasi seseorang tersebut akan naik dan mencerminkan terjadinya mobilitas sosial naik. ($.diman)